Jumat, Oktober 17

trip to the most contagious spot . hehe


haloha haloha . the unforgetable trip i've done alone.
visiting one of the most recognizable radio statio in town ! 987 gen fm suara musik terkini .

yaah , sekalian ngambil hadiah waktu itu . nekad jalan sendiri ke sana . sempet nyasar juga si dikit . tapi ya eventually ,,, i found you .

kenal sama anak2 gen yang menyenangkan .
ternyata studio gen itu satu tempat yah sama 101 Jak FM .
whohohoho . sempet juga di ajak on ait si ama risa susmex , eh salah , maksudnya risa sastrawijaya , thanks ya cha ...

tuh foto sama made a.k.a. kemal dan ade yang tukang ngerjain orang di salah sambung . bravo sobat gen !!!

manusia tak mengenal cinta

Napasku untuknya. Untuk cinta. Hidupku bukan untuknya, walau kadang kuhadiahkan sebagiannya untuk cinta. Selama bumi masih akan terus berputar aku akan selalu menujumu, menuju ciptanya kebahagiaan antara aku dan cinta, selama cinta belum menjadi milikku yang utuh, mati tak akan berani menyapaku. Ketika cinta mulai memanggil, tiada akan ada rasa yang mampu melebur ke dalamnya. Begitupun yang pernah aku rasa. Sangat menggalaukan hati namun menyejukkan jiwa. Tak terasa semua yang dulu kumiliki kini telah terbagi, rasanya seperti dimiliki oleh dua jiwa yang menjadi satu. Belum lagi ketika rasa rindu membuncah yang bertransformasi menjadi keping-keping kenistaan tanpa akhir. Pilihan antara menjadi seorang yang makin larut dalam sunyinya rindu atau sebaliknya. Letih pun tak terasakan di dalam diri.

Bertautan mata dengan manusia paling indah yang pernah kuhadirkan dalam imajiku. Merupakan memoar yang tanpa cacat pasti selalu membekas dalam ingatanku. Belum lagi kemudian aku melihat mata dan gerik tubuhnya yang menenangkan. Tak sampai ku gapai. Mimpi pun menjadi perahu layar yang rela menghantarkan sang pemimpi ke arah yang benar. Yang di kemudian hari juga akan membawa jasadku ke dalam sebuah mahligai penuh selir yang tak akan habis. Aku akan merasa sangat kuasa saat itu.

Sungguhlah sulit mengungkapkan rasa cinta. Entah mengapa kata itu menjadi sebuah titik balik dari semua apa yang ku alami. Ketidakkuasaan atas diri sendiri yang meraja. Mengenal sosok yang dipuja membawa irama hidup tanpa batas. Seakan semua yang kumau adalah hanyalah dirimu satu. Yang pada akhirnya akan menjadi sebuah jawaban dari sebuah do'a nista yang kotor. Hatiku untukmu. Sekian banyak frase yang kian hadir memenuhi relung-relung pikirku. Haruskah aku bertanya pada bintang-bintang tentang apa yang ku rasa ini. Ketidakpantasan aku untuk mengagumi pelita jiwa, semua yang kurasa, rindu dalam asa yang terdekap rasa cinta. Lagi-lagi, hatiku hanyalah untukmu.

Saat kemudian semua bahasa tak lagi bermakna menjadi apa yang seharusnya dipahami. Semua daya telah terkikis oleh peluh. Semua nada tak lagi bermakna cinta. Merupakan sebuah godaan terbesar yang pernah dicipta iblis untuk kita para manusia. Dengan mengenal rasa cinta dan mencumbu indah didalamnya. Aku pun sebenarnya tidak tahu makna dari cinta, tapi mengapa juga aku berkeluh-kesah tentangnya, mengapa juga aku dengan sigap mencarinya hingga rasa bosan berubah menjadi rasa marah kemudian berubah lagi menjadi rasa sedih sampai menjadi perasaan hina.

Belum pernah ada yang mampu melihat betapa dalam cinta itu dapat terbentuk. Belum juga ada yang berusaha mendalaminya. Banyak syair dan sajak tentang cinta, sungguhlah itu semua hanya opini. Cuma sebuah buah pikiran picik yang diciptakan tanpa tendensi apapun. Dengan gambaran kegelapan yang diwarnai oleh indah terangnya warna-warna cinta ketika ia hadir, bagai melihat malaikat tak bersayap yang siap membutakan dan yang hanya bisa terasa adalah hangatnya. Sampai sebuah hari baru telah tiba dengan sengaja. Hari-hari penuh seringai senyum. Mata dunia.

Biarkan hujan menyapu semua ketakutan akan kehilangan apa yang kudapati darinya. Kubiarkan pula sayap-sayap retak menjadikan diriku sebagai naungan cinta. Tak akan ada lagi rasanya derita pengorbanan yang layak untuk dihadiahkan kepada sebuah cinta. Entah siapa yang nantinya akan bersua dengan cinta, yang sesunguhnya. Keindahan akan makhluk Tuhan yang dinamai cinta sempat bertautan dengan keabadian yang fana, tapi manusia dengan kebodohannya menodainya dengan segala macam upaya konyol diluar rasa kemanusiaan. Manusia tidak mengerti cinta !!!!!

i hate you more !!!

I HATE YOU MORE !!!
by fauzan fadli

Pernah merasa benci banget sama sesuatu? Atau seseorang? Ga jelas benci yang kayanya ga beralasan tapi rasanya benci setengah mati, dan juga rasa. Benci dengan sesuatu atau seseorang sebenci kalian untuk menjadi miskin, sebenci untuk menjadi buruk rupa, atau sebenci untuk menjadi tersisih. Pokoknya benci banget !!! More than everything !

Rasa benci adalah salah satu emosi terwajar yang dimiliki oleh manusia, kalau kalian masih merasa sebagai manusia. Semua yang terlihat (dan terlahir) dari sesuatu atau seseorang yang kita benci ketika tertangkap oleh retina mata dan diterjemahkan oleh otak rasanya seperti menggerus cabe dengan lidah , rasanya kaya terbanting-banting, pokoknya rasa yang sangat tidak menyenangkan. Apalagi kalau kebencian itu kita harus redam dan membungkusnya dengan senyuman sinis yang lebih pahit dari daun pepaya.

kalo ngomong tentang kebencian emang banyak banget aspek yang harus di bahas . mulai dari aspek sosio-biologis ampe seluk-beluk kondisional lingkungan sekitar . nah sekarang kayanya nih ya (bukan berdasarkan hasil riset ahli) orang akan lebih merasakan kesumatnya dendam dan kebencian pada/untuk seseorang juga , alias dari manusia untuk manusia . kalo kebencian antara manusia dan sesuatu/benda sepertinya lebih cenderung ke konteks yang detail dan explainable.

Karakter seseorang untuk membenci orang lain memang pada dasarnya akan berbeda-beda. Tapi ada satu silver line yang bisa ditarik, seseorang akan membenci (dengan sangat) orang yang dibencinya setelah terjadi perkenalan dan peleburan dua karakter. Kebencian akan lahir karena memang dipupuk dan dibesarkan untuk membenci alias kesengajaan secara psikologis. Ketika kebencian lahir, rasanya memang akan seperti tidak ada lagi yang dapat menyublimnya menjadi keharmonisan, karena dalam hati yang membenci itu sudah pasti akan ada banyak alasan fana yang berkobar-kobar. Sekarang masalahnya adalah ketika kebencian yang lahir secara batiniyah (psikologis) disandingkan dengan situasi lingkungan yang tentunya tidak diciptakan untuk (saling) membenci. Di sinilah tempat yang paling cocok untuk tumbuh-suburnya kebencian. Kebencian yang tertopengi dengan senyum, kebencian yang tertindas oleh hubungan darah atau pertemanan, bahkan kebencian yang terkontaminasi masalah materi. Jenis-jenis benci yang seperti inilah yang (lagi-lagi bukan menurut penelitian para ahli) akan sulit dilupakan. Dilupakan, bukan di sembuhkan; karena rasa benci itu pada awalnya akan terlupakan (dengan ketidaksengajaan) lalu untuk menuju ke tahap 'sembuh' akan butuh banyak bantuan dari banyak tangan.

Inilah stereotipe dari adat kebiasaan bersosialisasi ala Indonesia. Dengan ramah tamah dan senyum sumringah. Bukan dengan keterbukaan satu sama lain. Akan sangat canggung rasanya jika ada perdebatan atau adu argument di tengah perjamuan makan atau pertemuan. Padahal bisa saja acara-acara seperti itu dijadikan sebagai mediasi untuk mengungkapkan apa yang harus diungkapkan. Ditambah lagi dengan kebiasaan dari masing-masing pribadi orang Indonesia yang lebih memilih untuk tetap manis di depan umum daripada bersikap apa adanya. Bukankah kondisi lingkungan yang seperti ini malah menjadi pupuk dari benih-benih benci ? Belum lagi masalah kebencian yang terjadi di tengah keluarga. Selain masalah stereotipe orang Indonesia, ada hal lain yang pastinya menjadi pertimbangan penting (dan ini merupakan naluri; sepertinya) adalah keberadaan orang tua di dalam konflik antar saudara. Bukannya ingin menyisihkan peran orang tua dalam keluarga, namun rasanya orang tua akan lebih memilih terapi ceramah dibandingkan dengan duduk bersama dalam sebuah diskusi adil dan terbuka. Dari situlah juga konflik yang bermuara pada kebencian antar saudara akan terkontaminasi. Karena terapi ceramah yang diberikan sebenarnya tidak akan menncairkan rasa benci yang ada, namun akan lebih cenderung untuk menyalahkan situasi atau bahkan salah satu dari pihak yang saling membenci.

Sekarang dari aspek sosio-biologis tentang benci pada diri seseorang. Seperti tadi sudah ditulis di atas, kalau kebencian itu memang wajar adanya. Namun benci pada awalnya bukanlah muncul sebagai perasaan benci begitu saja, benci adalah sebuah proses kebohongan atau ketidakjujuran baik pada diri sendiri maupun pada orang yang (nantinya) akan kita benci karena ketidakjujuran itu. Kebohongan yang berhulu pada ketidakcocokan satu sama lain yang tak terungkapkan, pada kesalahan yang setengah termaafkan, pada komentar yang tak tersampaikan, dan bahkan pada kebahagiaan yang tidak terbiaskan. sekali lagi disini juga letak kelemahan stereotipe orang Indonesia, they prefer to leave it all behind without any effort to convey what are they want to express. Kebiasaan ini juga terefleksi pada forum-forum resmi seperti diskusi atau kegiatan belajar-mengajar di kelas, di mana orang Indonesia akan jauh lebih sulit mengungkapkan pendapat dari pada orang-orang Eropa. Jadi selaiknya ketika rasa-rasa kebohongan atau ketidakjujuran pada diri sendiri telah terasa efeknya (menuju rasa benci) , cepat-cepatlah jujur ! Bukan malah melarikan diri dengan mengenyakkan diri pada hal-hal yang disukai alias enjoying own-self .

intinya adalah keterbukaan pada diri sendiri dan pada orang sekitar. Hal ini akan sangat membantu meminimalisasi rasa benci. Kalau bukan dari sekarang , kapan lagi? Apalagi dibarengi dengan momen suci seindah Idul Fitri, di mana meminta maaf dan memaafkan akan terasa lebih menyenangkan .




vuzanredcliffe99.multiply.com
profiles.friendster.com/fauzanproperty