Jumat, Agustus 14

bilang saja 'TIDAK !!!'

Bilang saja ‘Tidak!’
written by: fauzanFADLI

Kenapa ya semua yang ada di bumi Allah ini menjadi sangat menyebalkan ketika hal yang juga paling menyebalkan itu terjadi?

Hadi tahu statementnya yang barusan itu kurang baik, kurang baik untuk seorang muslim yang seharusnya selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan. Tapi entahlah, memang itu yang ada dan terlintas di otak seorang remaja di umurnya yang menuju dua puluh tahun itu.
Situasi yang hanya diketahuinya sendiri, sebuah keadaan dimana bumi terasa berhenti berputar dan begitu menyebalkan di matanya. Ketika seorang Hadi harus masuk ke dalam kelas dan mendengar sang dosen meracau dengan dahsyat tepat di hadapannya. Belum ada hal yang bisa menghilangkan rasa itu, atau paling tidak mengurangi kebenciannya terhadap apa yang seharusnya Hadi hadapi untuk empat tahun ke depan; tidak juga dengan nilai-nilai bagus yang didapatnya dari dosen-dosen yang mulia itu.

Kemudian di saat menikmati detik-detik persenggemaannya dengan bergurau dan terbahak-bahak dengan teman-temannya adalah sebuah penawar. Penawar yang mengapa hanya datang sesekali dan terasa begitu singkat. Mungkin inilah yang semua orang di bumi ini rasakan, ketika mendapatkan apa yang klik dengan diri mereka, rasa itu mudah saja menguap dan kabur dari pandangan. Indahnya keadilan Allah.

Tulisan ini dibuat sebagai representasi seseorang yang tidak tahu pasti apa yang bisa dilakukannya. Seorang Hadi Atmawijaya, lelaki keturunan jawa-betawi.

Lahir dan besar di ibu kota yang kian ruwet ini, tidak sedikitpun membuat Hadi berbangga hati. Tidak juga bersedih hati. Karena, belum ada sebersit pikiran pun bagi Hadi untuk pergi dan menetap di kota lain di Indonesia atau dimana pun. Atau mungkin sampai someday ada kesempatan bagi Hadi untuk melakukannya. Bukan saja Hadi yang berpikir tentang ini, bahkan orang-orang kampung pun banyak yang sependapat dengannya. Lihat saja betapa banyak urban yang merantau dan mencoba bersetubuh dengan jahatnya kota ini pikirnya. Belum lagi kasus-kasus terorisme yang menjadikan Jakarta sebagai sarana rekreasi para teroris pengecut itu. Cuih!

Dengan usia yang hampir dua puluh, tapi secara matematis, Hadi masih dikategorikan sebagai teenager. Sosok Hadi yang biasa saja, begitu usual, sebiasa layaknya mahasiswa di Jakarta dan asli orang Jakarta yang berasal dari kalangan menengah ke bawah tentunya. Stelan kaos dan jeans atau sesekali menyematkan kemeja lengan panjang dan tas slempang kusut di tubuhnya. Begitu saja. Tolong jangan bayangkan dengan mahasiswa-mahasiswa yang Anda biasa lihat di sinetron-sinetron; bukan yang seperti itu pastinya. Walaupun dengan tampang standard, sejak sekolah menengah dulu, bahkan sejak sekolah dasar, ada saja cewe-cewe yang terpesona dengannya. Entah dilihat dari sudut mana. Baiklah, untuk ukuran orang Jakarta umumnya, memang, Hadi CUKUP menarik perhatian. Farily attractive.

Untuk ukuran mahasiswa ‘biasa’, sebenarnya Hadi bukanlah tipe mahasiswa biasa. Hadi ikut beberapa organisasi, juga aktif di dalam kelas (dalam beberapa mata kuliah saja), bahkan cukup berprestasi. Tidak pernah Hadi lulus sebuah lembaga pendidikan tanpa meninggalkan apa yang biasa disebut dengan piagam. Selalu saja ada yang diperolehnya sejak sekolah dasar dulu, sampai saat ini. Hadi juga senang mangatur dirinya sendiri, sedikit apatis dengan dunia sekitarnya, namun itulah yang membuatnya survive menurut pemahaman dirinya sendiri.
Dengan prolog yang cukup detil itu, saya rasa sudah cukup terdeskripsikan bagaimana sebenarnya sosok seorang Hadi Atmawijaya.

Mengalami situasi yang tidak menyenangkan seperti itu dan untuk waktu yang lama adalah siksaan batin bagi Hadi yang selalu bergejolak. Selalu, setiap kali dirinya dipaksa harus berangkat dan menghadiri kuliah. Bagaimana tidak? Apa yang dipelajarinya sekarang bukanlah apa yang Hadi sukai sama sekali. Kalau ada istilah ‘do what you love to do’ merupakan istilah yang mungkin paling menusuk baginya. Mengambil program studi kedokteran umum yang rumit, sulit, menyebalkan, mahal dan bertele-tele serta yang paling penting adalah YANG TIDAK DISUKAINYA. Adalah keputusan yang diambilnya untuk memenuhi apa yang diketahui Hadi sebagai ‘bakti kepada kedua orang tua’.
Untuk dapat berbakti kepada kedua orang tuanya, Hadi masuk dan berkuliah di fakultas kedokteran. Fakultas orang-orang kaya, fakultas di mana 90% anak-anak kecil di seluruh dunia mencita-citakannya. Tidak begitu adanya dengan Hadi. Jelas sekali tidak. Hadi sadar, menjadi seorang dokter memang terdengar sangat menggairahkan, tapi ia tahu, itu bukanlah dirinya, bukanlah apa yang diinginkannya. Sama sekali.

Walau bagaimanapun, ini adalah tahun kedua untuk Hadi. Semester empat di fakultas kedokteran pilihan ayahnya. Sudah sangat terlambat untuk menyesali apa yang seharusnya sejak dulu ia rasakan. Sekarang bukanlah waktunya untuk berdiam diri dan memandang apa yang ada di luar sana dari balik gorden jendela. Sekarang saatnya untuk membahagiakan mereka. Kedua orang tua Hadi. Itulah yang menjadi satu-satunya semangat Hadi untuk datang, belajar, dan kuliah.
Sekarang tinggal itulah yang harus dilakukannya. Tidak ada lagi. Menyelesaikan sarjana kedokteran umum yang terpaksa diambilnya, sekaligus membahagiakan kedua orang tuanya. Kalaupun suatu hari nanti Hadi benar-benar menjadi seorang dokter, itu hanyalah sebuah reward di matanya.
Pastinya, sekarang, apa yang sedari dulu telah direncanakan Hadi untuk hidup dan melakukan serta menjadi apa yang diidamkannya harus ditahan, atau ditunda paling tidak selama dua tahun ke depan sampai ia lulus. Sebenarnya ada beberapa impian Hadi yang menjadi main goalnya, dan ayah-ibu Hadi tahu. Jelas sekali tahu, toh Hadi adalah anak mereka. Entah kenapa sesekali pernyataan seperti itu muncul di kepala Hadi. Bahkan pernah suatu kali, ada pemikiran permisif di kepalanya yang mengatakan, AKU ADALAH ROBOT. Tapi itu hanya satu kali, Alhamdulillah.

Dan sekarang, Hadi Atmawijaya adalah orang yang menulis paragraf-paragraf di atas. Cerita singkat yang menggambarkan kalau:

“orang sukses menurut pemahaman saya, bukanlah orang yang selalu mengambil semua kesempatan yang ada di hadapannya, melainkan orang yang BERANI MENGATAKAN TIDAK atas apa yang memang TIDAK DIINGINKANNYA”