Jumat, Oktober 17

manusia tak mengenal cinta

Napasku untuknya. Untuk cinta. Hidupku bukan untuknya, walau kadang kuhadiahkan sebagiannya untuk cinta. Selama bumi masih akan terus berputar aku akan selalu menujumu, menuju ciptanya kebahagiaan antara aku dan cinta, selama cinta belum menjadi milikku yang utuh, mati tak akan berani menyapaku. Ketika cinta mulai memanggil, tiada akan ada rasa yang mampu melebur ke dalamnya. Begitupun yang pernah aku rasa. Sangat menggalaukan hati namun menyejukkan jiwa. Tak terasa semua yang dulu kumiliki kini telah terbagi, rasanya seperti dimiliki oleh dua jiwa yang menjadi satu. Belum lagi ketika rasa rindu membuncah yang bertransformasi menjadi keping-keping kenistaan tanpa akhir. Pilihan antara menjadi seorang yang makin larut dalam sunyinya rindu atau sebaliknya. Letih pun tak terasakan di dalam diri.

Bertautan mata dengan manusia paling indah yang pernah kuhadirkan dalam imajiku. Merupakan memoar yang tanpa cacat pasti selalu membekas dalam ingatanku. Belum lagi kemudian aku melihat mata dan gerik tubuhnya yang menenangkan. Tak sampai ku gapai. Mimpi pun menjadi perahu layar yang rela menghantarkan sang pemimpi ke arah yang benar. Yang di kemudian hari juga akan membawa jasadku ke dalam sebuah mahligai penuh selir yang tak akan habis. Aku akan merasa sangat kuasa saat itu.

Sungguhlah sulit mengungkapkan rasa cinta. Entah mengapa kata itu menjadi sebuah titik balik dari semua apa yang ku alami. Ketidakkuasaan atas diri sendiri yang meraja. Mengenal sosok yang dipuja membawa irama hidup tanpa batas. Seakan semua yang kumau adalah hanyalah dirimu satu. Yang pada akhirnya akan menjadi sebuah jawaban dari sebuah do'a nista yang kotor. Hatiku untukmu. Sekian banyak frase yang kian hadir memenuhi relung-relung pikirku. Haruskah aku bertanya pada bintang-bintang tentang apa yang ku rasa ini. Ketidakpantasan aku untuk mengagumi pelita jiwa, semua yang kurasa, rindu dalam asa yang terdekap rasa cinta. Lagi-lagi, hatiku hanyalah untukmu.

Saat kemudian semua bahasa tak lagi bermakna menjadi apa yang seharusnya dipahami. Semua daya telah terkikis oleh peluh. Semua nada tak lagi bermakna cinta. Merupakan sebuah godaan terbesar yang pernah dicipta iblis untuk kita para manusia. Dengan mengenal rasa cinta dan mencumbu indah didalamnya. Aku pun sebenarnya tidak tahu makna dari cinta, tapi mengapa juga aku berkeluh-kesah tentangnya, mengapa juga aku dengan sigap mencarinya hingga rasa bosan berubah menjadi rasa marah kemudian berubah lagi menjadi rasa sedih sampai menjadi perasaan hina.

Belum pernah ada yang mampu melihat betapa dalam cinta itu dapat terbentuk. Belum juga ada yang berusaha mendalaminya. Banyak syair dan sajak tentang cinta, sungguhlah itu semua hanya opini. Cuma sebuah buah pikiran picik yang diciptakan tanpa tendensi apapun. Dengan gambaran kegelapan yang diwarnai oleh indah terangnya warna-warna cinta ketika ia hadir, bagai melihat malaikat tak bersayap yang siap membutakan dan yang hanya bisa terasa adalah hangatnya. Sampai sebuah hari baru telah tiba dengan sengaja. Hari-hari penuh seringai senyum. Mata dunia.

Biarkan hujan menyapu semua ketakutan akan kehilangan apa yang kudapati darinya. Kubiarkan pula sayap-sayap retak menjadikan diriku sebagai naungan cinta. Tak akan ada lagi rasanya derita pengorbanan yang layak untuk dihadiahkan kepada sebuah cinta. Entah siapa yang nantinya akan bersua dengan cinta, yang sesunguhnya. Keindahan akan makhluk Tuhan yang dinamai cinta sempat bertautan dengan keabadian yang fana, tapi manusia dengan kebodohannya menodainya dengan segala macam upaya konyol diluar rasa kemanusiaan. Manusia tidak mengerti cinta !!!!!

Tidak ada komentar: